Hewan Kurban Cacat Sebelum Disembelih

9 Juli 2021
Baca 3 menit
572 Views

Daftar Isi

Hewan kurban cacat sebelum disembelih, apakah tetap bisa disembelih untuk kurban?

Pertanyaan:

Saya membeli hewan dengan niat menjadikannya hewan kurban, saat dibeli hewan tersebut sehat dan bebas dari cacat serta memenuhi syarat untuk dijadikan hewan kurban, kemudian menjelang disembelih hewan tersebut terperosok sehingga kakinya pincang, apakah hewan tersebut tetap boleh dikurbankan mengingat salah satu syarat hewan kurban adalah bebas dari aib di antaranya tidak pincang?


Jawaban:

بسم الله والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه.

Perlu diketahui bahwa cacat yang mempengaruhi syarat hewan kurban adalah cacat yang sudah ada sebelumnya, bukan cacat yang terjadi setelah hewan tersebut ditentukan untuk dikurbankan.

Adapun jika hewan tersebut telah ditentukan untuk dikurbankan kemudian tiba-tiba cacat tanpa disengaja misal saat proses pengangkutan, pemindahan, atau saat proses penyembelihan terjadi kecelakaan pada hewan tersebut yang menjadikannya cacat maka hewan tersebut tetap sah untuk dikurbankan dan statusnya tetap hewan kurban.

Ibnu Qudamah berkata:

إذا أوجب أضحية صحيحة سليمة من العيوب، ثم حدث بها عيب يمنع الإجزاء، ذبحها، وأجزأته. روي هذا عن عطاء والحسن والنخعي والزهري والثوري ومالك والشافعي وإسحاق.

“Jika dia sudah menentukan hewan kurban yang sehat dan bebas dari segala cacat, kemudian terjadi cacat yang semestinya membuat hewan tersebut tidak sah dijadikan hewan kurban maka hendaklah dia tetap menyembelihnya dan kurbannya sah. Pendapat ini diriwayatkan dari Atha’, Al-Hasan, An-Nakha’i, Az-Zuhri, Ats-Tsauri, Malik, Asy-Syafi’i[1]Al-Umm (2/247) dan Ishaq.[2]Al-Mughni (13/373)

Hal ini berdasarkan yang diriwayatkan oleh imam Al-Baihaqi dari Ibnu Az-Zubair radliyallahu ‘anh bahwasanya dia diberi hadiah unta yang matanya picek lalu dia berkata:

إن كان أصابها بعد ما اشتريتموها فأمضوها، وإن كان أصابها قبل أن تشتروها فأبدلوها

“Jika cacatnya terjadi setelah kalian membelinya maka lanjutkanlah, akan tetapi jika cacatnya terjadi sebelum kalian membelinya maka gantilah dengan yang lain.”[3]Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra (5/397) No. 10247 Imam An-Nawawi berkata "Sanad riwayat ini shahih"[4]Al-Majmu' (8/328)

Juga berdasarkan yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Said Al-Khudri dia berkata:

ابتعنا كبشاً نضحي به، ‏فأصاب الذئب من أليته أو أذنه، فسألنا النبي صلى الله عليه وسلم فأمرنا أن نضحي به

"Kami membeli kambing untuk dijadikan kurban, kemudian serigala menerkam paha atau telinganya, lalu kami bertanya kepada Rasulullah ﷺ dan beliau memerintahkan kami untuk tetap menjadikannya kurban."[5]Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (2/1051) No. 3146. Al-Albani mengatakan riwayat ini sangat lemah

Cacat yang Tidak Mempengaruhi Keabsahan Kurban

Apakah semua cacat yang terjadi setelah penentuan hewan kurban tidak mempengaruhi keabsahan kurban? Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin membagi kondisi cacat setelah penentuan hewan kurban menjadi dua:

  1. Cacat terjadi karena tindakan pemiliknya, atau karena kecerobohannya, maka wajib baginya mengganti dengan hewan kurban lain yang setara atau yang lebih baik darinya, hal ini karena cacat tersebut terjadi disebabkan oleh dirinya karenanya dia wajib menggantinya dengan yang setara, kemudian penggantinya disembelih sebagai ganti dari hewan kurban yang cacat. Hewan yang cacat menjadi hak miliknya menurut pendapat yang kuat, dia dapat melakukan apa pun pada hewan tersebut seperti menjualnya dan lain-lain.
  2. Cacat terjadi bukan disebabkan oleh pemiliknya, bukan juga karena kecerobohannya, maka hendaklah dia tetap menyembelihnya dan hukumnya sah, karena saat itu status hewan kurban tersebut sebagai amanah yang dititipkan kepadanya yang kemudian terjadi cacat yang tidak disebabkan oleh dirinya juga bukan karena kecerobohannya; maka hal tersebut tidak menjadi masalah dan dia tidak perlu mengganti.[6]Ahkam Al-Udlhiyah wa Adz-Dzakah (246)

Bagaimana cara menentukan hewan kurban?

Penentuan hewan kurban bisa dengan ucapan seperti: “Hewan ini akan dikurbankan.”

Apakah membeli hewan kurban dengan niat untuk dikurbankan termasuk menentukan?

Imam Abu Hanifah[7]Al-Mabsuth (12/13), Badai' Ash-Shanai' (5/68) dan imam Malik[8]Ahkamul Quran, Ibnu Al-Arabi (4/459) berpendapat bahwa membeli dengan niat untuk dikurbankan termasuk menentukan, jadi menurut pendapat ini orang yang membeli hewan yang sehat, bebas dari cacat serta memenuhi syarat kurban dengan niat hendak dikurbankan, lalu setelah dibeli terjadi cacat yang semestinya mencegah keabsahan kurban maka cacat tersebut tidak berpengaruh.

Adapun imam Asy-Syafi’i[9]Al-Majmu' (8/425) dan imam Ahmad[10]Al-Mughni (9/446) berpendapat bahwa membeli hewan dengan niat dikurbankan tidak cukup untuk menentukan hewan tersebut sebagai hewan kurban, maka dengan ini menurut pendapat tersebut hewan kurban yang cacat setelah dibeli dan belum ditentukan dengan penunjukan disertai ucapan tidak bisa dijadikan hewan kurban.

Manakah Pendapat yang Kuat?

Al-Lajnah Ad-Da’imah (komite tetap) untuk riset ilmiah dan fatwa memilih pendapat yang mengatakan bahwa membeli hewan dengan niat dikurbankan berarti sudah menentukan hewan tersebut sebagai hewan kurban, dalam fatwanya Al-Lajnah Ad-Da’imah menyampaikan: “Hewan kurban ditentukan dengan membelinya disertai niat untuk dikurbankan, atau dengan menunjuknya sebagai hewan kurban.”[11]Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah (11/402)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Ada pun orang yang membeli hewan kurban lalu terjadi cacat sebelum disembelih maka binatang tersebut tetap disembelih menurut salah satu pendapat ulama.”[12]Majmu’ Al-Fatawa (26/304)

Kesimpulan

Dengan demikian jika seseorang membeli hewan kurban dengan niat untuk dikurbankan lalu terjadi cacat yang semestinya berpengaruh pada keabsahan kurban di mana cacat tersebut terjadi tanpa disengaja dan juga bukan karena kecerobohannya maka insyaAllah hewan tersebut tetap sah dijadikan hewan kurban.[13]www.islamqa.info

Referensi

Referensi
1Al-Umm (2/247)
2Al-Mughni (13/373)
3Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra (5/397) No. 10247
4Al-Majmu' (8/328)
5Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (2/1051) No. 3146. Al-Albani mengatakan riwayat ini sangat lemah
6Ahkam Al-Udlhiyah wa Adz-Dzakah (246)
7Al-Mabsuth (12/13), Badai' Ash-Shanai' (5/68)
8Ahkamul Quran, Ibnu Al-Arabi (4/459)
9Al-Majmu' (8/425)
10Al-Mughni (9/446)
11Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah (11/402)
12Majmu’ Al-Fatawa (26/304)
13www.islamqa.info
Tags: ,

Penulis: Mohammad Ridwanullah

Founder www.zaad.my.id | Author | Web Developer | Alumni Darul Ihsan Sana Daja & Ma'had Al-Ittihad Al-Islami Camplong. Melanjutkan pendidikan S1 Fakultas Syariah di LIPIA Jakarta. Melanjutkan pendidikan S2 di Fakultas Syariah jurusan Fiqh dan Ushul Fiqh di LIPIA Jakarta.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

file-adduserslaptop-phoneclockdownloadmagnifiercrossmenulistchevron-leftchevron-right linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram