Biografi Singkat Imam Asy-Syafii, imam madzhab Syafi'iyyah yang merupakan madzhab mayoritas penduduk Indonesia, Malaysia, Mesir dan lainnya.
Abu Abdullah Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin As-Sa’ib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hisyam bin Al-Mutthalib bin Abdi Manaf Al-Qurasyi, nasabnya berakhir di Abdi Manaf kakek Nabi Muhammad ﷺ [1]Hilyatul Auliya, 9/63-161
Imam Asy-Syafi’i dilahirkan di Gaza pada tahun 150 H, ayahnya meninggal tidak lama setelah imam Asy-Syafi’i dilahirkan, lalu ibunya membawanya ke Makkah agar tumbuh besar di antara keturunan kaumnya yaitu suku Quraish, pada saat itu usia imam Asy-Syafi’i belum genap 2 tahun.
Dalam tahapan kehidupannya yang inilah beliau menghafal Al-Quran dan kitab Al-Muwattha’ karya imam Malik, beliau juga sering mondar-mandir di antara kabilah-kabilah Arab khususnya kabilah Hudzail, di sanalah beliau menimba bahasa Arab yang murni dari sumbernya langsung tanpa ada kesalahan sedikit pun.
Kehidupan imam Asy-Syafi’i melalui banyak sekali tahapan yang bisa diringkas dalam poin-poin biografi singkat imam Asy-Syafii berikut:
Sebelum beliau pindah ke Madinah beliau tinggal di Makkah, belajar ke para masyayikh di Makkah, belajar hadits dan Fiqh kepada para ulama yang tinggal di sana, di antara ulama-ulama tersebut adalah:
Sejarawan sepakat bahwa imam Asy-Syafi’i bermulazamah begitu lama dengan imam Malik serta banyak belajar darinya, lebih-lebih pada tahun-tahun terakhir menjelang wafatnya imam Malik tahun 179 H, imam Asy-Syafi’i membaca Al-Muwattha’ sembari disimak oleh imam Malik, senantiasa menghadiri kajian-kajiannya, mendengarkan fatwa-fatwanya dan ilmu-ilmunya di bidang fiqh.
Selama beliau tinggal di Madinah, beliau belajar dari banyak faqih dan muhaddits yang ada di sana. Al-Hafizh Abu Bakar Al-Baihaqi menghitung ada 13 guru imam Asy-Syafi’i selain imam Malik rahimahumullah.[2]Manaqib Asy-Syafi'i, 2/312-313
Setelah wafatnya imam Malik yang merupakan gurunya dan kembali ke Makkah, imam Asy-Syafi’i lalu meninggalkan Makkah dan pergi menuju Yaman, di sana beliau belajar dari sebagian ulama negeri Yaman, mendapatkan mandat umum dan beliau mendapatkan banyak pujian atas hal tersebut. Kemudian beliau mulai terserang iri dan dengki sehingga beliau dibawa ke Iraq untuk diadili dengan tuduhan memberontak terhadap dinasti Abbasiyah bersama golongan alawiyin.
Imam Asy-Syafi’i dipaksa meninggalkan Yaman menuju Baghdad pada tahun 184 H, di sanalah Imam Asy-Syafi’i mendapatkan pembelaan dan pertolongan dari imam Muhamad bin Al-Hasan yang merupakan murid dari imam Abu Hanifah di hadapan khalifah Harun Ar-Rasyid (193 H), khalifah Harun Ar-Rasyid akhirnya menyadari kedudukan imam Asy-Syafi’i dan memaafkannya.
Imam Asy-Syafi’i bermulazamah dengan Muhammad bin Al-Hasan rahimahullah, banyak belajar darinya dan sangat memberinya pengaruh, imam Asy-Syafi’i menganggapnya sebagai guru kedua setelah imam Malik.[3]Akhbaar Abi Hanifah, 128
Dalam tahapan ini imam Asy-Syafi’i belajar fiqh dari banyak sekali ulama, menimba ilmu dari mereka, di antara ulama-ulama tersebut adalah:
Sejarawan memasukkan nama-nama tersebut ke daftar guru imam Asy-Syafi’i yang berasal dari Iraq.
Imam Asy-Syafi’i meninggalkan Baghdad menuju Makkah setelah wafatnya gurunya, Muhammad bin Al-Hasan tahun 189 H. Tinggal di Makkah dalam kurun waktu yang lama, membentuk majelis ilmu yang membuatnya dikenal, di sanalah madzhab fiqh dan kaidah ushulnya mulai tersebar, dalam tahap ini karakter imam Asy-Syafi’i tampak dengan pemahaman fiqh baru, menggabungkan fiqh penduduk Madinah dan fiqh penduduk Makkah.
Pada tahun 195 H Imam Asy-Syafi’i meninggalkan Makkah menuju Baghdad untuk yang kedua kalinya, membentuk halaqah fiqh di sana, menyusun dan menulis madzhabnya, menulis kitab Al-Hujjah di bidang fiqh dan kitab Ar-Risalah di bidang ushul fiqh, di mana kedua kitab tersebut merupakan gambaran awal fiqh dan kaidah ushulnya, karenanya setelah itu dikenal dengan madzhab lama.
Banyak sekali ulama yang belajar fiqh kepada Imam Asy-Syafi’i, di antara ulama-ulama tersebut yang paling terkenal adalah:
Antara tahun 197 H sampai 199 H imam Asy-Syafi’i bolak-balik antara Makkah dan Baghdad, sampai akhirnya beliau meninggalkan Baghdad menuju Mesir, hal itu terjadi setelah beliau merasa tidak nyaman melihat politik khalifah Al-Ma’mun yang begitu dekat dengan Mu’tazilah dan mengadopsi pemikiran mereka.
Setelah imam Asy-Syafi’i menimba ilmu di Hijaz, Yaman dan Iraq dirinya mendambakan untuk datang ke Mesir yang kemudian beliau melakukan perjalanan menuju Mesir pada tahun 199 H kemudian beliau menetap di sana, di sana beliau menyebarkan dan menyusun madzhabnya yang baru di bidang fiqh dan ushul fiqh, yang demikian berlangsung selama 4 tahun di mana beliau menghabiskan waktu di sana.
Menetapnya imam Asy-Syafi’i di Mesir sekalipun terhitung begitu singkat akan tetapi sangat produktif di bidang keilmuan yang dapat dilihat dari dua hal:
Di antara muridnya yang paling terkenal setelah beliau menetap di Mesir adalah:
Beliau wafat pada persinggahan terakhirnya di dunia yaitu Mesir, Imam Asy-Syafi’i menderita sakit wasir pada akhir hayatnya, sakitnya kian parah sampai beliau wafat pada akhir Rajab tahun 204 H ketika beliau berusia 54 tahun sebagaimana yang ditulis oleh muridnya Ar-Rabi’ Al-Muradi.[4]Tawali At-Ta'sis, 179[5]Mudzakkirah Tarikh Al-Fiqh, Umar bin Abdul Aziz Al-Ghudayyan, (Hal 102-105)
Demikian biografi singkat imam Asy-Syafii