Biografi Singkat Imam Malik, pendiri madzhab Malikiyah yang banyak tersebar di Afrika Utara seperti Al-Jazair, Tunisia, Libya dan negara lainnya
Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Ghaiman bin Khutsail bin Amr bin Al-Harits Al-Humyari Al-Ashbahi Al-Madani, imam Darul Hijrah.
Imam Malik dilahirkan pada tahun 93 H menurut pendapat yang paling kuat, pada masa pemerintahan Sulaiman bin Abdul Malik di desa Dzil Muruwwah sekitar 160 KM utara kota Madinah.
Imam Malik tumbuh di kalangan keluarga terhormat yang masyhur akan keilmuannya, di rumah yang terkenal dengan kesibukannya dengan hadits-hadits nabi dan atsar-atsar ulama salaf serta fatwa para sahabat. Kakeknya yang bernama Malik bin Abi Amir (94 H) adalah seorang tabi’i senior, meriwayatkan hadits dari Umar, Utsman serta Aisyah radliyallahu ‘anhum, putranya yang bernama Anas, kemudian ulama terkenal yang bernama Ibnu Syihab Az-Zuhri meriwayatkan hadits dari kakek Imam Malik tersebut. Saudara imam Malik yang bernama An-Nadlar adalah orang yang berkomitmen dalam menuntut ilmu serta belajar dari para masyayikh, sampai-sampai saat imam Malik baru mulai belajar dia dikenal karena saudaranya yang bernama An-Nadlar tersebut dikarenakan An-Nadlar sangat terkenal kala itu sedangkan imam Malik tidak, namun tidak lama kemudian An-Nadlar lah yang dikenal karena nama imam Malik sampai orang mengatakan “An-Nadlar saudaranya Malik.”
Lingkungan keilmuan di mana imam Malik tumbuh besar di sana, serta keluarganya yang baik dan terhormat memiliki peran penting dalam membesarkan imam Malik dengan menuntut ilmu sejak masa kecilnya. Setelah imam Malik menghafalkan Al-Quran beliau kemudian mulai menuntut ilmu, dia berpamitan kepada keluarganya untuk hadir di majelis-majelis para ulama guna mencatat ilmu dan mempelajarinya, beliau didukung oleh keluarga dan lingkungan yang membuatnya lebih semangat, Mutharrif berkata: “Malik berkata: Aku berkata kepada ibuku: ‘Bolehkah aku pergi untuk menulis ilmu?’ Lalu ibuku menjawab: ‘Kemarilah dan pakailah pakaian ilmu.’ Lalu ibuku memakaikanku pakaian berkerah, memakaikanku topi lalu memakaikan imamah di atasnya kemudian berkata: ‘Sekarang pergi dan tulislah.’”[1]Tartib Al-Madarik, 1/130 Imam Malik juga berkata: “Ibuku memakaikanku imamah seraya berkata: ‘Pergilah menuju Rabi’ah, belajar adabnya sebelum belajar ilmunya.’”[2]Tartib Al-Madarik, 1/130
Imam Malik betul-betul giat dalam menunut ilmu, mempelajari hadits, fiqh dan ilmu-ilmu lainnya, bermulazamah dengan begitu banyak ulama dan pakar hadits, imam Malik terus belajar ke ulama-ulama tersebut sampai tuntas bersama mereka dan menjadi seorang alim yang dikenal semua orang, tetapi imam Malik tidak serta merta duduk meriwayatkan hadits dan memberi fatwa sampai guru-guru seniornya bersaksi bahwa imam Malik pantas melakukan hal tersebut. Abu Mush’ab berkata: “Aku mendengar Malik bin Anas berkata: ‘Aku tidak berfatwa sampai 70 orang bersaksi bahwasanya aku layak untuk itu.’”[3]Hilyatul Auliya’, 6/316
Imam Malik betul-betul selektif dalam memilih guru untuk menuntut ilmu darinya, Ibnu Uyainah berkata: “Tidak ada yang melebihi imam Malik dalam mengkritisi orang-orang, serta yang tidak ada yang lebih mengetahui tentang mereka melebihinya.”[4]Al-Jarh wa At-Ta’dil, Ibnu Abi Hatim, 1/23. Akan tetapi sekalipun imam Malik begitu selektif dia memiliki banyak sekali guru, di antara guru-guru imam Malik yang paling terkenal adalah:
Begitu banyak orang yang berguru kepada imam Malik dari Hijaz, Iraq, Khurasan, Yaman, Syam, Mesir, Maroko, Andalus dan negara-negara lainnya, jumlah mereka tidak bisa dihitung, sampai guru-gurunya pun ada yang meriwayatkan darinya seperti Yahya bin Said, pamannya yang bernama Suhail, serta banyak juga dari kalangan temannya seperti Al-Auza’i (157 H), Al-Laits bin Sa’d (175 H), Syu’bah bin Al-Hajjaj (160 H), Sufyan bin Uyainah serta Sufyan Ats-Tsauri.
Adapun murid-murid imam Malik yang banyak menukil dari beliau yang paling terkenal adalah:
Tidak ada karya imam Malik yang terkenal kecuali Al-Muwattha’, ada karya-karya lain yang diriwayatkan dari imam Malik oleh -orang orang yang menulisnya seperti: Risalah ila Ibni Wahb fi Al-Qadr, Ar-Raddu ‘ala Al-Qadariyah, Risalah fi Al-Aqdliyah yang ditulis untuk para qadli, Risalah ila Al-Laits bin Sa’ad.
Imam Malik wafat pada hari Ahad pagi, tanggal 14 Rabi’ul Awwal tahun 179 H menurut pendapat yang lebih kuat, saat itu beliau berusia sekitar 85 tahun, beliau dimakamkan di Baqi’ di kota Madinah.[5]Mudzakkirah Tarikh Al-Fiqh, Umar bin Abdul Aziz Al-Ghudayyan, (Hal 83-85) [6]Ingin tahu lebih banyak? Silakan baca di sini
Demikian biografi singkat imam Malik, semoga bermanfaat untuk kita semua.